Jakarta, rakyatdemokrasi.org- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan potensi penyimpangan dalam tata kelola dana hibah di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, salah satu penyimpangan yang ditemukan di antaranya adalah verifikasi penerima dana hibah yang dilakukan dengan tidak profesional, sehingga ditemukan kelompok masyarakat (pokmas) fiktif dan duplikasi penerima.
"Sejumlah titik rawan penyimpangan dalam pengelolaan hibah, antara lain: Verifikasi penerima hibah tidak profesional, sehingga masih ditemukan pokmas fiktif dan duplikasi penerima. Tercatat 757 rekening dengan kesamaan identitas (nama, tanda tangan, dan NIK)," kata Budi dalam keterangan tertulis, Senin (21/7/2025).
Budi mengatakan, KPK juga menemukan bahwa pengaturan jatah dana hibah oleh pimpinan DPRD berpotensi menguntungkan pihak tertentu secara tidak wajar dalam pembahasan anggaran.
"Pemotongan dana hibah hingga 30 persen oleh koordinator lapangan, terdiri dari 20 persen untuk 'ijon' kepada anggota DPRD dan 10 persen untuk keuntungan pribadi," ujarnya.
Tak hanya itu, KPK juga menemukan ketidaksesuaian pelaksanaan kegiatan dengan proposal, akibat pengkondisian proyek oleh pihak luar. Selain itu, minimnya pengawasan dan evaluasi.
Hal ini terbukti dari 133 lembaga penerima hibah yang melakukan penyimpangan dengan total dana yang harus dikembalikan sebesar Rp2,9 miliar, di mana Rp1,3 miliar belum dikembalikan.
"Selain itu, Bank Jatim sebagai bank pengelola Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) belum memiliki prosedur pencairan hibah yang memadai, sehingga proses penyaluran dana hibah dilakukan seperti transaksi biasa tanpa verifikasi keamanan," tuturnya.
Rekomendasi KPK ke Pemprov Jatim
Berdasarkan temuan tersebut, KPK menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Di antaranya, penajaman tujuan pemberian hibah agar selaras dengan program prioritas daerah, penetapan kriteria penerima hibah yang selektif dan berbasis indikator terukur, transparansi dalam verifikasi dan seleksi penerima hibah, serta pembangunan database terintegrasi antar pemerintah kabupaten/kota, provinsi, dan pusat.
Selain itu, penyaluran dana hibah juga perlu didukung teknologi, sehingga digitalisasi sistem informasi hibah yang dapat diakses publik secara real-time sangat diperlukan.
Kemudian, penguatan mekanisme pengawasan dan pelibatan masyarakat melalui kanal pengaduan publik.
"Terakhir adalah kolaborasi dengan Bank RKUD untuk merancang mekanisme pencairan hibah yang akuntabel," ucap dia.
KPK menegaskan bahwa hibah daerah harus menjadi instrumen pembangunan yang bersih, tepat sasaran, dan berdampak nyata bagi masyarakat.
"Reformasi tata kelola hibah di Jawa Timur diharapkan menjadi model perbaikan bagi daerah lain dalam mencegah praktik korupsi dan memperkuat integritas penyelenggaraan pemerintahan," ucap dia. (rd/komp/knt)