Surabaya, rakyatdemokrasi.org- Mendengar kata OPOP Jatim yang kepanjangannya "One Pesantren One Produk", mungkin secara pemahaman bahwa hal tersebut adalah sebuah program atau kegiatan.
Namun saat ditelusuri lebih jauh, ternyata OPOP atau One Pesantren One Produk ini bisa dikatakan sebagaimana layaknya Organisasi Masyarakat (Ormas) yang disamarkan dengan bahasa "Tim Penguatan Dan Pengembangan Program".
Hal itu diketahui sebagaiman sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Jatim Nomor : 188/542/KPTS/013/2019 dimana dalam SK tersebut, Gubernur Jawa Timur dalam hal ini memberikan penetapan sebagaimana yang telah termaktub :
Kesatu : Membentuk Tim Penguatan dan Pengembangan Program One Pesantren One Produk (OPOP) Provinsi Jawa Timur dengan susunan keanggotaan sebagaimana tersebut dalam laporan.
Kedua : Menugaskan Tim sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu untuk :
-a. melakukan koordinasi dengan lembaga terkait
- b. menyiapkan bahan perencanaan program dan kegiatan penguatan dan pengembangan program OPOP
- c. merumuskan tehnis Penguatan dan pengembangan Program OPOP
- d. menyusun Grand Design penguatan dan pengembangan program OPOP
- e. melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Gubernur Jawa Timur
Ketiga : Membebankan biaya pelaksanaan tugas tim sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua pada Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur, Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Provinsi Jawa Timur TA 2019, Program (08) penyusunan, pengendalian dan evaluasi dokumen pengendalian pemerintah kegiatan (002) Penyusunan Laporan Hasil Pelaksanaan Rencana Program dan Anggaran, Kode Rekening 5.2.2.11.01, serta sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat.
Sebagai Pembina yang bisa dikatakan sebagai organisasi OPOP adalah Gubernur, wakil Gubernur serta Kepala Perwakilan BI Provinsi Jawa Timur, sedangkan sebagai ketua adalah Sekertaris Daerah Provinsi Jawa Timur (Sekdaprov Jatim).
Hal inilah yang menimbulkan pertanyaan publik, ketika organisasi semacam kepanitiaan namun pelaksanaan kegiatan menggunakan anggaran APBD yang notabene duit rakyat dengan menggunakan berbagai aturan rujukan bahkan berdasarkan SK Gubernur.
Namun sebagai ketua atau selaku pelaksana yang bisa jadi saat ini sebagai pemegang estafet adalah Sekdaprov yang baru dan saat ini sedang menjabat.
Seperti yang telah diketahui, Adhy Karyono selaku Sekdaprov yang baru menjabat, masih menimbulkan pro dan kontra.
Bahkan hingga saat ini masih ada demo penolakan dari aktifis mahasiswa Jatim di KPK, menuntut kasus penyuapan bansos di Kemensos diusut secara tuntas.
Dengan adanya persoalan tersebut, maka tidak menutup kemungkinan, hal itu juga dapat memberikan kesan buruk atas jabatan strategis Adhy Karyono sebagai pemangku kebijakan di organisasi Kepanitian "OPOP" yang lebih mudah dalam penggunaan APBD dengan dalih pelaksanaan program yang dimaksud.
Apalagi, berdasarkan SK tersebut, penggunaan anggaran untuk OPOP ini, sifatnya fleksibel dan tidak mengikat, sehingga sangat rentan terjadi korupsi.
Bahkan berdasarkan narasumber yang dipercaya, penggunaan anggaran untuk pelaksanaan kegiatan pun ketika memakai dana APBD, nilai yang diatas rata-rata diatas Rp.200 juta yang harus dilakukan secara atau dengan metode lelang, namun diduga bisa dipecah sedemikian dan sekecil mungkin, supaya tampak seolah anggaran tersebut menjadi Pengadaan Langsung/Penunjukkan Langsung (PL).
Jika hal itu masih dilakukan, maka ini akan terus menjadi persoalan yang tak berujung, mengingat pemangku kebijakan pernah terseret persoalan dugaan korupsi Bansos Kemensos RI.
Sehingga tidak menutup kemungkinan, hal itu akan terjadi, bahkan bisa dikatakan dilakukan secara berjamaah. (Catatan Rakyat Demokrasi)